MbaruNiang, Rumah Adat Berbentuk Kerucut Nah, di Waerebo ini terdapat tujuh rumah adat Suku Manggarai, salah satunya adalah rumah adat Gendang, yang disebut juga sebagai Mbaru Niang. Rumah adat ini memiliki keunikan bentuknya yang seperti kerucut. Selain itu, rumah adat ini juga cukup tinggi, yaitu mencapai 15 meter. Apa saja keunikan dari
Nusa Tenggara Timur NTT dengan ibu kota Kupang sebenarnya memiliki berbagai rumah adat yang unik dan khas. Namun, selama ini hanya rumah adat NTT bernama Mbaru Niang di kawasan Wae Rebo yang terekspos menjadi tujuan wisata selain Labuan Bajo. Padahal, selain Mbaru Niang masih ada banyak rumah adat lain yang ditinggali oleh suku berbeda di seluruh provinsi kepulauan ini. Apa saja jenis rumah adat tersebut dan bagaimana penjelasan detailnya? Berikut ini adalah ulasan mengenai apa nama berbagai rumah adat yang ada dan dilengkapi dengan gambar. Rumah Adat NTT dan Penjelasannya Jenis Rumah Adat NTT dan Keunikannya A. Rumah Adat Mbaru NiangFungsi Rumah AdatFilosofi, Ciri Khas dan Keunikan KonstruksiKonfigurasi Rumah dan Penjelasan B. Rumah Adat MusalakiFilosofi dan Fungsi Rumah AdatCiri Khas dan KeunikanKonfigurasi Ruang dan Penjelasannya C. Rumah Adat Sao Ata Mosa LakitanaD. Rumah Adat Sao Ngada Rumah Adat NTT dan Penjelasannya NTT adalah provinsi berbentuk kepulauan yang dihuni oleh beragam suku bangsa, antara lain suku Manggarai, Ende Lio, Atoni, Alor dan Rote. Masing-masing suku ini memiliki adat dan keunikannya yang berbeda, sehingga memunculkan berbagai rumah adat di NTT. Rumah tradisional yang bertransformasi menjadi rumah adat di NTT ini antara lain rumah Mbaru Niang, Musalaki, Sao Ngada serta Sao Ata Mosa Lakitana. Dalam bahasa NTT, Sao memiliki arti rumah adat. Oleh karenanya kebanyakan rumah adat diawali dengan nama Sao dan diberi imbuhan sesuai dengan karakter suku masing-masing. Beberapa nama rumah adat juga dipakai sebagai nama kolektif yang berdampingan dengan nama particular nama aslinya. Karena perkembangan budaya modern, penggunaan rumah adat ini semakin bergeser dan ditinggalkan. Salah satu contoh upaya preventif mencegah hilangnya rumah adat, maka sekelompok arsitek melakukan gerakan rumah asuh yang dimulai pada tahun 2008. Salah satu program yang berhasil adalah revitalisasi rumah Mbaru Niang di kampung Wae Rebo. Kawasan ini sekarang menjadi salah satu destinasi wisata utama di wilayah NTT bagi para traveler dan foto hunter. Jenis Rumah Adat NTT dan Keunikannya A. Rumah Adat Mbaru Niang Rumah adat Manggarai disebut dengan nama rumah Mbaru Niang, mengacu pada bentuknya yang kerucut dengan alas bundar. Mbaru Niang merupakan salah satu rumah adat yang sangat eksotis karena terisolir di atas pegunungan. Mbaru Niang dihuni oleh warga kampung Wae Rebo di Pulau Flores. Kampung ini dikelilingi hutan tropis Manggarai Barat yang lebat dan tepat berbatasan dengan Taman Nasional Komodo. Mbaru Niang di Wae Rebo didirikan sebanyak tujuh buah sebagai simbol penghormatan masyarakat terhadap tujuh gunung yang mengelilingi dan melindungi area kampung. Compang. Sumber Rumah Mbaru Niang dibangun di atas tanah datar dan disusun mengelilingi panggung batu bernama Compang, sebagai pusat dari ketujuh di sekelilingnya. Compang dilengkapi dengan menhir batu yang ditancapkan, dan area ini memiliki fungsi sebagai area pemujaan terhadap Tuhan dan roh leluhur. Susunan rumahnya dibuat dengan arah hadap selatan membentuk setengah lingkaran. Komposisi ini bertujuan agar setiap rumah Mbaru Niang tidak saling membelakangi. Mbaru Niang yang diposisikan di tengah-tengah bernama Mbaru Gendang, dan berfungsi sebagai museum penyimpanan gendang dan barang pusaka lainnya milik warga Wae Rebo. Rumah lainnya yang berjumlah enam di sayap kiri dan kanan Mbaru Gendang disebut Niang Gena rumah tempat tinggal. Nama-nama Niang Gena tersebut adalah 1 Niang Gena Mandok, 2 Niang Gena Jekong, 3 Niang Gena Ndorom, 4 Niang Gena Pirung, 5 Niang Gena Jintam, serta 6 Niang Gena Maro. Eksistensi Mbaru Niang yang berhasil dipertahankan di Wae Rebo memperoleh penghargaan UNESCO Asia-Pasifik sebagai daerah konservasi warisan budaya pada tahun 2012. Fungsi Rumah Adat Mbaru Niang tidak hanya difungsikan untuk rumah hunian, tetapi lebih luas berperan sebagai pusat kegiatan masyarakat Wae Rebo. Setiap Mbaru Niang biasa digunakan 6 sampai 8 keluarga dengan pembagian masing-masing ruang. Filosofi, Ciri Khas dan Keunikan Konstruksi Mbaru Mbaru Niang sebagai rumah tradisional yang diwariskan oleh leluhur secara turun temurun, memiliki berbagai filosofi di setiap elemen di dalamnya. Rumah Mbaru Niang melambangkan seorang ibu dengan menarik intisari sifat melindungi, mengayomi dan memberikan rasa aman. Persambungan di masing-masing konstruksi bangunannya dianggap sebagai visualisasi pernikahan sepasang suami istri dalam membangun keluarga. Keunikan rumah Mbaru Niang berada di bentuk atapnya. Atap rumah Mbaru Niang terbuat dari daun lontar yang dikombinasikan dengan ijuk. Atap tersebut berbentuk kerucut dan dipasang menjulur hingga mencapai tanah. Bentuk kerucut dianggap sebagai representasi perlindungan dan persatuan. Lantai rumah Mbaru Niang disusun dengan bentuk lingkaran menyimbolkan keadilan dan keharmonisan masyarakat. Di dalamnya terdapat lantai bersusun lima dan masing-masingnya diisi dengan ruangan yang memiliki fungsi beragam. Konfigurasi Rumah dan Penjelasan a Pondasi Rumah Mbaru Niang bertipologi rumah panggung. Sehingga di bawah lantai dasarnya terdapat kolong rumah ngaung dengan tinggi kurang lebih satu meter yang biasa dipakai masyarakat untuk melakukan kegiatan ekonomi seperti menenun dan dan kendang hewan untuk memelihara ternak. Pondasi rumah Mbaru Niang terbuat dari batang kayu yang dipancang ke dalam tanah dengan kedalam kurang lebih dua meter. Kayu tersebut dibungkus menggunakan ijuk berlapis plastik dengan tujuan supaya kayu tidak bersentuhan dengan tanah dan menjadi busuk. b Tiang Mbaru Niang disangga oleh dua jenis tiang, yaitu hiri mehe tiang utama dan hiri ngaung tiang pendukung. Jumlah hiri mehe pada Mbaru Niang berjumlah 9 buah dan difungsikan sebagai penyangga utama konstruksi bangunan. Jumlah ini sebagai simbol perjuangan ibu yang mengandung selama 9 bulan. Salah satu dari hiri mehe di rumah Mbaru Niang menggunakan kayu dari pohon utuh dengan tinggi sekitar 15 meter. Hiri mehe dipasang di atas umpak bantalan tiang yang terbuat dari batu besar. Sedangkan hiri ngaung lebih digunakan sebagai penopang lantai dasar dan jumlahnya mencapai 42 tiang. c Atap Atap ijuknya dikenal dengan nama wehang dan dirangkai menggunakan ikatan rotan menjadi rangkaian sepanjang 9 meter. Pada proses pemasangannya dimulai dari bawah ke atas dengan pola tumpukan 21. Artinya dua lapis atap pada bagian bawah akan diikuti dengan satu lapis, kemudian disusul dua lapis lembaran ijuk lagi dan seterusnya hingga mencapai puncak. Kerangka atap dibentuk oleh susunan rangka dari bambu utuh yang disebut buku. Terdapat dua jenis buku dalam konstruksi atap Mbaru Niang, yaitu buku utama dan buku biasa. Jumlah buku utama ada delapan dan pangkalnya dipasang pada setiap penjuru mata angin utara, timur laut, timur, tenggara, selatan, barat daya, barat, barat laut kemudian ujungnya disatukan di puncak. Sedangkan buku biasa bertugas untuk mendukung buku utama, sehingga jumlahnya bervariasi tergantung besarnya atap. d Lantai Lantai rumah Mbaru Niang terdiri dari lima susun, dengan setiap tepi lantainya dibatasi dengan jalinan kayu kenti. Masing-masing lantai di rumah Mbaru Niang memiliki fungsi dan penjelasannya sebagai berikut. 1. Lantai Pertama Tenda Tenda memiliki diameter paling besar yaitu sekitar 11 meter. Lantai pertama disekat menjadi dua ruang, yaitu lutur ruang publik untuk menerima tamu dan molang di sebelah belakang ruang tamu, berfungsi sebagai ruang tinggal. Molang difungsikan sebagai kamar tidur loang yang biasanya berjumlah 6 – 8 tergantung jumlah keluarga, serta dapur hapo dengan jumlah tungku sama seperti jumlah loang. Hal ini karena setiap keluarga yang tinggal di Mbaru Niang memiliki harus memiliki tungku masing-masing. 2. Lantai Kedua Loteng Lobo Mehe Loteng Lobo Mahe berdiameter lebih kecil dari tenda yakni 9 meter. Lantai ini lebih berfungsi sebagai area penyimpanan yang dibagi dalam dua lobo masing-masing untuk menyimpan bahan makanan serta mengawetkan daging dan kayu. Uniknya, di bagian lobo ini salah satu tiang sebesar kepala manusia ditempatkan dengan posisi menggantung sehingga sering dijadikan simbol kelahiran di rumah Mbaru Niang. 3. Lantai Ketiga Lobo Lentar Labo Lentar disusun dengan diameter lantai kurang lebih 6 meter. Fungsi lantai ini untuk menyimpan berbagai jenis benih untuk di tanam di ladang. 4. Lantai Keempat Lemparae Lemparae digunakan untuk ruang penyimpanan stok bahan pangan sebagai bentuk antisipasi masyarakat terhadap kemarau panjang ataupun jika terjadi gagal panen. 5. Lantai Kelima Hekang Kode Hekang Kode ini merupakan lantai di tingkatan paling tinggi dengan diameter hanya sekitar 1,8 meter. Hekang Kode dipakai sebagai ruang penyimpanan pelengkap upacara adat seperti langkar mirip besek anyaman bambu yang dipakai sebagai tempat sesaji. B. Rumah Adat Musalaki Rumah adat Musalaki merupakan salah satu rumah tradisional suku Ende Lio yang berkembang di NTT, tepatnya di Desa Wolotolo, Kabupaten Ende. Nama Musalaki diambil dari kata mosa yang bermakna ketua, dan laki yang berarti adat. Hal ini merujuk pada peruntukan rumah Musalaki sebagai rumah tradisional yang ditinggali oleh para ketua adat kepala suku. Filosofi dan Fungsi Rumah Adat Sketsa Analisa, 2012 Rumah adat Musalaki di Desa Wolotolo lebih sering dikenal dengan nama Sao Ria, yang diartikan sebagai rumah besar yang diperuntukkan oleh empat Mosa Laki Kepala suku. Selain tempat tinggal, Sao Ria memiliki fungsi religi sebagai lokasi pelaksanaan upacara adat seperti kelahiran, kematian, pernikahan, dan upacara yang mendukung kegiatan pertanian. Sao Ria menjadi simbol kesatuan dan kebesaran masyarakat adat Ende Lio. Disini rumah dianggap sebagai representasi seorang perempuan karena menjadi pusat kelahiran generasi baru. Sedangkan, laki-laki disimbolkan pada Tubu Musu yang berada di tengah lapangan yang dikelilingi perkampungan. Selain Sao Ria, komposisi perkampungan Desa Wolotolo juga dilengkapi dengan Sao Keda, yang berfungsi sebagai balai adat untuk pelaksanaan musyawarah. Sao keda ini merupakan lambang kesakralan bagi suku Ende Lio sebab dianggap sebagai awal mula munculnya pemukiman penduduk dengan model rumah yang sama. Elemen tambahan lain yang melengkapi pemukiman suku Ende Lio antara lain, Kanga yaitu area pemujaan Dua Ngae Tuhan berlokasi di depan Sao Keda, Tubu musu tugu batu, Kebo Ria Lumbung beras serta Rate Makam. Ciri Khas dan Keunikan Rumah Musalaki atau Sao Ria memiliki ciri bangunan yang lebih tinggi dan besar dibandingkan rumah penduduk biasa. Rumah ini menggunakan tipologi rumah panggung dan tidak memiliki jendela. Dinding pada rumah Musalaki tidak terlihat karena susunan atapnya yang menjuntai hingga bawah. Atap rumah Musalaki namanya ubu bewa dengan ciri memiliki tinggi mencapai 9 meter terhitung dari tiang sampai puncak atap atau saka ubu. Tiang keliling lake kaka berukuran lebih pendek daripada tiang utama lake one sao. Keunikan lainnya adalah rumah adat ini hanya memiliki tiga buah anak tangga sebagai penghubung ke dalam rumah. Arsitektur Rumah dan Keterangannya Pola perumahan diatur mengelilingi Sao Keda dan Kanga. Konstruksi pendukung rumah dijelaskan sebagai berikut Lake Lewu Tiang Kolom terbuat dari batu lonjong dan kayu, dengan jumlah menyesuaikan besar kecilnya rumah. Tangi Tangga dibedakan menjadi tangga utama di bagian samping rumah dan tangi lulu ire mbasa di bagian belakang rumah bercirikan hanya memiliki anak tangga berjumlah tiga. Padha tenda berada di samping kiri dan kanan tangga utama, serta difungsikan sebagai balai tempat bersantai. Bengu Sesu penghubung menghubungkan tangga utama dengan pintu rumah yang berada diantara tenda singi lau tenda kiri dengan tenda singi gheta tenda kanan. Isi Khubi kayu palang merupakan kerangka rumah berbentuk persegi panjang yang sekaligus membagi ruangan di dalam rumah adat. Leke raja tiang atap berjumlah 2-4 tiang dan berposisi di tengah rumah untuk menopang atap. Wisu tiang sudut dan Hai dari tiang pendukung merupakan tiang rangka yang membentuk atap. Ate Ubu atap rumah berbahan ijuk nao dan alang-alang ki. Kebi dan seemo dinding rumah terbuat dari papan kayu. Pere, Pene dan Pete pintu terdiri dari dua daun pintu yang dipenuhi ukiran khas suku Ende Lio. Konfigurasi Ruang dan Penjelasannya 1. Bera Waja dapur Berbeda dengan susunan rumah adat lain, rumah Musalaki memiliki dua dapur yaitu dapur utama dan dapur umum. Dapur utama dalam rumah Musalaki justru berada di bagian depan, dekat dengan pintu utama, dan berfungsi untuk memasak sesaji pa’a loka upacara adat. Sedangkan dapur umum yang digunakan keluarga, berada di sekeliling koja ndawa. Masyarakat suku Ende masih berpegang teguh pada filosofi satu keluarga satu tungku, sehingga di dalam dapur utama jumlah tungkunya sesuai dengan jumlah kepala keluarga yang tinggal. 2. Koja Ndawa ruang utama Koja Ndawa berada di susunan paling depan setelah pintu masuk. Ruangannya tidak dilengkapi plafon karena bagian atas digunakan untuk menggantung Ola Teo sebagai perlengkapan upacara adat. Ruangan ini berfungsi untuk menerima tamu dan kegiatan sosial kemasyarakatan lain seperti musyawarah 3. Soja kamar tidur Soja adalah kamar-kamar tidur yang langit-langitnya dilengkapi dengan plafon. Letaknya berada di sayap kiri dan kanan dengan posisi sejajar rumah. Jumlah Soja bergantung pada banyaknya keluarga yang tinggal dalam satu rumah Musalaki. C. Rumah Adat Sao Ata Mosa Lakitana Rumah adat Sao Ata Mosa Lakitana adalah nama kolektif untuk beberapa rumah adat dari NTT. Secara umum rumah jenis ini memiliki dua jenis konstruksi, yaitu Amu Kelaga rumah panggung dan Amu Laburai rumah berdinding tanah. Karena merupakan nama kolektif, Sao Ata Mosa Lakitana memiliki atap rumah yang beragam sebagai identitas masing-masing suku pendukungnya. 1. Bentuk atap Joglo Bentuk atap ini diterapkan pada rumah adat ini sebagai ciri khas bahwa rumah Sao Ata Mosa Lakitana tersebut berasal dari suku Sumba. Keunikan dari rumah adat suku Sumba ini adalah memiliki pintu khusus yang dibedakan untuk laki-laki dan perempuan. Pintu perempuan mempunyai akses ke dapur sebagai pusat kegiatan ibu rumah tangga. Sedangkan pintu laki-laki berada di rumah depan sekaligus sebagai pintu utama. 2. Bentuk atap perahu terbalik Bentuk atap ini merupakan karakteristik rumah yang dimiliki oleh suku Rote. Keunikannya terletak pada susunan rumah yang dibuat menjadi tiga lantai dengan fungsi berbeda. Lantai pertama digunakan sebagai ruang penyimpanan padi, lantai kedua difungsikan sebagai ruang tinggal untuk tidur, dan lantai ketiga digunakan untuk penyimpanan rempah-rempah dan hasil bumi lainnya. 3. Bentuk atap kerucut bulat Bentuk atap kerucut bulat merupakan rumah Sao Ata Mosa Lakitana yang biasanya menunjukkan kepemilikan dari suku Timor. Rumah dari suku Timor di pulau Timor ini juga dikenal dengan nama rumah bulat atau Ume Khubu. Konstruksi rumahnya berbentuk bulat, menyerupai rumah Mbaru Niang. Pintu rumah bulat hanya sekitar satu meter dan mengharuskan menunduk ketika akan memasuki rumah. Rumah ini tidak dilengkapi dengan jendela dan sekat dalam rumah. Konstruksi ini dibuat untuk menyulitkan musuh untuk masuk, sehingga rumah bulat tidak hanya untuk tempat tinggal tetapi sekaligus sebagai benteng pertahanan. D. Rumah Adat Sao Ngada Rumah adat Sao Ngada merupakan identitas suku Bajawa yang berada di Ngada, Pulau Flores. Terdapat dua jenis rumah adat yaitu Sao Saka Pu’u rumah induk sebagai lambang leluhur perempuan dan Sao Saka Lobo rumah mewakili leluhur laik-laki. Sao Saka Lobo umumnya mempunyai ukuran rumah yang lebih kecil daripada Sao Saka Pu’u. Rumah Sao Saka Pu’u. Sumber Kadafi, 2018 Rumah Sao Saka Lobo. Sumber Kadafi, 2018 Masih seperti rumah adat NTT lainnya, rumah adat ini bertipologi rumah panggung dengan atap terbuat dari perpaduan ijuk dan alang-alang. Dindingnya terbuat dari papan kayu dengan beberapa hiasan berupa ukiran. Keunikan dari rumah adat ini terletak daun pintunya yang didesain rendah sehingga harus merunduk ketika akan masuk. Selain itu, pola pemukimannya dibuat membentuk huruf U. Saat ini eksistensi rumah adatnya dapat dilihat di Kampung Bena, sebagai wisata budaya kampung tertua di Pulau Flores. Jadi semakin greget ya belajar mengenai warisan budaya di Indonesia. Nusa Tenggara Timur yang tergolong pulau kecil saja memiliki beragam budaya dengan kompleksitas setinggi ini. Benar-benar harus bangga menjadi orang Indonesia, ya!
MbaruNiang, Rumah Adat Terunik Milik Suku Wae Rebo Setiap suku dan adat istiadat pasti memiliki rumah tradisional masing masing, nah di sebuah desa di Flores terdapat sebuah suku bernama Wae Rebo yang memiliki rumah adat terunik se-Indonesia. Baca selengkapnya »
Apa Saja Bagian Rumah Adat Mbaru Niang Dan Fungsinya – Mbaru Nyang adalah rumah adat di Pulau Flores, Indonesia. Rumah adat Mbaru Nyan berbentuk kerucut dan memiliki lima lantai dengan tinggi 15 meter. Rumah Adat Mbaru Niang terbilang langka karena hanya bisa ditemukan di Desa Adat Wa Rebo yang terpencil di pegunungan. Pada tahun 2012, upaya konservasi Mbaru Nyanga memenangkan penghargaan tertinggi UNESCO Asia-Pasifik untuk kategori Pelestarian Warisan Budaya dan menjadi salah satu nominasi Penghargaan Arsitektur Aga Khan 2013. Mbaru Nyang berbentuk kerucut, hampir menyentuh tanah. Atap rumah adat Mbaru Nyang menggunakan daun lontar. Mirip dengan rumah “rumah” tradisional Papua, Mbaru Nyang adalah bangunan berbentuk kerucut yang sangat tinggi dan ditutupi dengan ijuk. Mbaru Nyang memiliki 5 tingkat dan terbuat dari kayu dan bambu serta dibangun tanpa paku. Ini adalah tali rotan yang kuat yang menyatukan struktur bangunan. Enam sampai delapan keluarga tinggal di setiap mbaru niang. Terletak di dekat Taman Nasional Komodo. Berada di ketinggian sekitar 1100 mdpl, Wa Rebo merupakan desa terpencil yang dikelilingi pegunungan dan panorama hutan hujan lebat di Kabupaten Mangarai Barat, Pulau Flores. Wae Rebo kini telah menjadi destinasi ekowisata yang populer. Untuk mencapai Wa Rebo, Anda bisa mengambil rute melalui Ruteng dan menempuh perjalanan dari Desa Cebu Denge menuju Sungai Ras Wa. Rumah Adat Mbaru Niang, Wae Rebo Desa Wa Rebo dapat ditempuh dalam waktu 4 jam dari Ruteng ke desa Dintor. Dari Dintor, jalan lurus ke atas gunung. Seberangi sawah dan jalan dari Cebu ke Dengue. Perjalanan dilanjutkan menuju Sungai Wa Lomba. Hanya ketika sungai mencapai desa Wa Rebo. Sebelum kita membahas tentang Rumah Adat Waerebo, pertama-tama kita akan menjelaskan sedikit tentang apa itu Kampung Adat Waerebo dan bagaimana sejarahnya hingga bisa terbentuk. Vaerebo adalah desa jarum tradisional yang terletak di Mangarai. Hingga saat ini, penduduk Warebo terus melestarikan alam dan budaya asli yang diciptakan oleh nenek moyang mereka. Leluhur orang Wairebo disebut Empo Maro. Empo Maro berasal dari Minatkabau, Sumatera. Ia dan keluarganya meninggalkan Sumatera dan tiba di Labuan Bajo, Flores. Mereka melanjutkan perjalanan ke utara hingga menemukan tempat bernama Varaloka. Menurut cerita kuno, Empo Maro berpindah dari satu kampung ke kampung lain, dari Waraloka, lalu ke Mangapaan, lalu Todo, Popo, Liho, Mofo, Golo Ponto, Ndara, Golo Pando, Golo Damu dan akhirnya menetap di Werebo. , tempat mereka tinggal dan memiliki anak hingga saat ini. Werebo adalah tempat terakhir yang dipilih Empo Maro karena mimpinya menyuruhnya pindah ke tempat lain di Timur. Masyarakat Empo Mar masih melestarikan desa adat dan budayanya hingga saat ini. Seperti yang disarankan oleh bahasa setempat, “ Yang artinya “Waerebo adalah tanah air, warisan dan tanah air yang tidak akan pernah terlupakan”. Sementara kebanyakan orang tinggal di dataran rendah dan memiliki kondisi yang menguntungkan, orang Warrebo memilih untuk tinggal di desa mereka dan melestarikan budaya lokal mereka. Fungsi Dan Makna Ruang Pada Rumah Adat Mbaru Niang Wae Rebo Waerebo merupakan satu-satunya desa adat di Mangarai yang masih mempertahankan bentuk rumah adat yang mereka sebut Mbaru Nyang. Nyatanya, Todo lebih dari sekadar Mbaru Nyang yang berdiri tegak di Todo dan tidak tinggal di sana. “Mbaru” artinya “Rumah”. Nyang berarti panjang dan bulat. Mbaru Nyang adalah rumah kerucut yang menjulang ke atas. Menurut Francis Mudir Kepala Dinas Pariwisata Waerebo, rumah berbentuk kerucut itu merupakan simbol perlindungan dan persatuan bagi warga Waerebo. Lantai melingkar melambangkan keharmonisan dan keadilan di antara masyarakat dan keluarga Mbaru Nyang. Dilestarikan secara turun temurun oleh masyarakat Waereb Mbaru Nianga, bangunan ini dibangun oleh nenek moyang mereka pada tahun 1920-an. Nenek moyang mereka mewarisi 7 rumah milik Mbaru Nyan, meski dari 7 rumah tersebut tiga di antaranya rusak. Pada tahun 2008, tujuh rumah di Mbaru Nyan dibangun kembali sebagai bagian dari program rehabilitasi yang didukung oleh Yayasan Tri Utomo dan Yayasan Panti Werdha. Selama proses rekonstruksi, semua proses dilakukan oleh warga Warebo sendiri, agar nilai sejarah dan keasliannya tidak hilang. Proses rekonstruksi ini memegang peranan yang sangat penting karena pendidikan dari orang tua ke orang muda, dimana orang muda akan tinggal di tempat dan melestarikan budaya nenek moyang mereka. Usaha dan upaya masyarakat Warebo untuk melestarikan sejarah, budaya dan kearifannya tidak luput dari perhatian salah satu organisasi dunia yaitu UNESCO. Organisasi tersebut menyerahkan penghargaan tersebut kepada desa Vaerebo August 27, 2012 Penghargaan ini merupakan penghargaan tertinggi yang diberikan kepada mereka yang terlibat dalam perlindungan cagar budaya. Rumah Adat Nusa Tenggara Timur Serta Penjelasannya Tujuh rumah Mbaru Nyan yang dibangun oleh nenek moyang mereka untuk menghormati 7 arah mata angin dari puncak bukit di sekitar Kampung Werebo. Mereka percaya bahwa ini adalah cara untuk menghormati roh mekar. Semua Mbaru Nyang berdiri di atas tanah datar dan dibangun di sekitar altar . Kampung adalah pusat dari tujuh rumah dan dianggap sebagai bangunan paling suci. Fungsi kampung adalah sebagai altar untuk memuji dan menyembah Tuhan dan roh leluhur. Di Mbaru Nyang, aktivitas keluarga dan warga Waerebo sebagian besar terpusat di lantai dasar rumah atau kawasan yang biasa disebut Tenda. Nyang Gendang rumah induk berbentuk lantai melingkar dan berdiameter 14 meter. Nyang Gena rumah sebelah berdiameter 11 meter. Alasan perbedaan diameter adalah jumlah keluarga yang tinggal di setiap rumah. Ada 8 keluarga di Niang Gendan dan 6 keluarga di Niang Gena. Bagian pribadi Mbaru Nyang memiliki perapian atau ruang yang digunakan untuk memasak dan makan, serta tempat tidur untuk 6-8 keluarga yang tinggal di sana. Kamar-kamar ditata sesuai dengan urutan kelahiran kepala keluarga. Karena itu Rumah Adat Mbaru Niang Itu adalah pusat dari semua rumah adat di desa dan bagian yang paling suci, tempat paling suci, mirip dengan konsep Compang, yang terletak di tengah rumah ini”. Ini sekelumit tentang sejarah Waerebo rumah adat. Semoga informasi ini dapat memberikan tambahan pengetahuan bagi para traveller khususnya yang ingin bermain di kampung adat ini. Sumber Keluarga Waerebo Tak Harus Mematuhi Buku Adat. Anda tidak harus terlihat seperti orang lain untuk mencintai mereka. – Tidak dikenal Seseorang yang terus belajar menulis. Alasan penulisannya sederhana karena “tersebar” dengan kalimat Pramoedya yang berbunyi seperti ini Manusia boleh saja bijak seperti surga, tetapi sebelum menulis ia akan menghilang dari masyarakat dan sejarah. Menulis membutuhkan waktu selamanya. Rumah Adat Mbaru, ada yang pernah dengar? Nah, yang belum tahu harusnya tahu banget karena rumah adat Mbaru niang merupakan rumah adat NTT yang terkenal dengan bentuknya yang unik. Tak lupa, rumah adat ini juga diakui oleh UNESCO sebagai warisan budaya kawasan Asia-Pasifik. Rumah adat Mbaru niang ini merupakan rumah adat dari desa Wa Rebo yang terletak di dataran tinggi Mangarai. Yuk jelajahi rumah adat Mbaru Niang Khas NTT! Desa Adat Di Indonesia Yang Wajib Dikunjungi Ya, atap rumah adat di Mbaru NTT tidak terbuat dari keramik, seng, atau genteng. Atap rumah adat Mbaru ini terbuat dari daun lontar yang sudah dikeringkan. Daun teratai menutupi rumah hingga menyentuh tanah. Sangat keren dan sangat unik! Padahal, jika melihat rumah dari atas dan bawah. Hal ini juga berlaku pada rumah adat Mbaru. Bentuk atapnya yang seperti kerucut akan langsung mengejutkan kita. Tetapi yang paling menakjubkan adalah jika Anda melihat seluruh rumah, berbentuk piramida, selimut baru berbentuk kerucut, dan alasnya bulat. Menurut tradisi dan kepercayaan Wa Rebo, bentuk tumpeng ini memiliki filosofi, yaitu simbol perlindungan dan persatuan antar umat. Bentuk rumah yang melingkar memiliki filosofi yang melambangkan keadilan dan keharmonisan dalam keluarga dan warga negara. Sangat unik! Keunikannya tidak hanya sampai di situ, tetapi melihat lebih dekat konstruksi rumahnya. Anda tidak akan menemukan paku di sana. Untuk menggantinya, mereka menggunakan tali rotan di sela-sela bagian rumah Mbaru Nyang. Tapi untuk tenaga, hmmm, pasti! Karena? Rumah ini bisa hidup di pegunungan, meski angin sangat kencang di pegunungan. Dengan tinggi mencapai 15 meter, rumah Mbaru Nyang memiliki 5 lantai. Ini memiliki 5 fungsi yang berbeda. Lantai satu berfungsi sebagai tempat berkumpulnya keluarga. Lantai kedua didedikasikan untuk penyimpanan bahan makanan dan barang-barang dan tingkat ini disebut area loteng. Lapisan ketiga untuk menyimpan biji benih yang akan ditanam. Lantai empat atau lantai empat kemudian digunakan untuk menyediakan makanan, seperti musim kemarau atau panen. Dan terakhir, berkorbanlah di lantai 5. Keunikan Rumah Adat Mbaru Niang Di Nusa Tenggara Timur Rumah Mbaru bisa kurang lebih 7 buah, yang sudah ada sejak abad ke-18. Rumah ini akan selalu berjumlah 7 karena memiliki simbol yang menghormati tujuh arah pegunungan yang dianggap sebagai pelindung tradisional desa. Masyarakat Wae Rebo rumah ini memiliki kesamaan aturan leluhur bahwa lantai rumah tidak boleh menyentuh lantai. Bagian telinga dan fungsinya, rumah adat dan fungsinya, bagian blender dan fungsinya, bagian genset dan fungsinya, bagian komputer dan fungsinya, bagian conveyor dan fungsinya, bagian gitar dan fungsinya, bagian kulkas dan fungsinya, rumah adat mbaru niang, bagian hidung dan fungsinya, bagian apar dan fungsinya, bagian avometer dan fungsinya
masyarakatsuku Karo. Selain itu, perlu juga diketahui upaya apa saja yang telah dan sudah dilakukan untuk melestarikan Rumah Adat Karo di Desa Budaya Lingga. Hasil dari penelitian ini dapat diketahui bahwa upaya yang bisa dilakukan untuk pelestarian rumah adat Karo di Desa Budaya Lingga adalah dengan cara rekonstruksi. ABSTRACT
RumahCom – Indonesia adalah sebuah negara yang dikenal dengan keanekaragaman budayanya. Setiap turis yang pergi mengunjungi Indonesia tentunya sangat senang untuk melihat berbagai perbedaan yang ada pada setiap masing-masing wilayah. Semua daerah yang ada di Indonesia memiliki keunikannya tersendiri dan membuatnya sangat cocok untuk menjadi destinasi wisata yang sangat menarik bagi siapa saja. Salah satu bentuk keanekaragaman lainnya yang ada di Indonesia adalah banyaknya terdapat rumah adat yang sesuai dengan wilayahnya sendiri. Setiap rumah adat yang ada di Indonesia memiliki bentuk dan desain yang berbeda-beda dan membuatnya menjadi sangat unik untuk di eksplor dan dipelajari dengan baik. Rumah adat yang terkenal salah satunya adalah rumah adat Nusa Tenggara Timur. Agar Anda bisa mempelajari tentang rumah adat secara mendetail maka pada artikel kali ini akan dibahas mengenai Serba Serbi Rumah Adat Musalaki NTT Sejarah Rumah Adat NTT Fungsi Rumah Adat NTT Tips Membangun Rumah Etnik NTT di Rumah Modern Jenis-jenis Rumah Adat NTT Rumah Adat Musalaki Rumah Adat Mbaru Niang Rumah Adat Sao Ria Tenda Bewa Moni Filosofi Rumah Adat NTT Keunikan yang Dimiliki Rumah Adat NTT 1. Serba Serbi Rumah Adat Musalaki NTT Nusa Tenggara Timur adalah salah satu provinsi yang berada di Indonesia yang terbagi menjadi beberapa pulau yang berbeda-beda. Karena banyaknya pulau itulah yang menjadikan provinsi Nusa Tengara Timur bisa mempunyai banyak perbedaan dan contohnya adalah suku hingga rumah adat. Beberapa suku yang dimiliki oleh Nusa Tenggara Timur adalah seperti suku Antoni, Belu, Lamaholot dan yang lainnya. Setiap suku yang berbeda tersebut memiliki desain dan bentuk rumah adatnya yang unik dan berbeda. Sama halnya juga dengan rumah adat Musalaki yang ada pada daerah Nusa Tenggara Timur. Dilansir dari Wikipedia, rumah adat Musalaki atau Rumah Musalaki adalah rumah tradisional yang bisa dijumpai pada provinsi Nusa Tenggara Timur, Indonesia. Rumah Musalaki adalah sebuah lambang dari provinsi Nusa Tenggara Timur. Rumah adat Musalaki pada awalnya dipakai sebagai sebuah tempat tinggal bagi kepala suku dari beberapa suku yang ada di Nusa Tenggara Timur. Hingga saat ini, desain dari rumah adat Musalaki terus digunakan sebagai salah satu acuan desain utama bangunan pemerintahan seperti kantor Kelurahan, Kecamatan hingga Kabupaten pada provinsi Nusa Tenggara Timur. a. Sejarah Rumah Adat NTT Dalam sejarahnya, rumah adat Musalaki adalah rumah adat asli dari masyarakat suku Ende Lio. Nama rumah adat Musalaki tersebu berasal dari sebuah kata dalam bahasa tradisional Ende Lio yaitu Mosa yang dimaksud sebagai Ketua dan Laki yang memiliki arti adat. Apabila kata tersebut digabungkan maka akan menjadi “Ketua Adat” karena rumah Musalaki merupakan sebuah rumah yang menjadi tempat tinggal utama dari Kepala Suku dalam masyarakat suku Ende Lio. b. Fungsi Rumah Adat NTT Seperti yang sudah disebutkan di atas, fungsi utama dari rumah adat NTT adalah untuk menjadi tempat tinggal dari kepala suku, terutama suku Ende Lio. Tidak hanya itu saja, rumah adat ini juga berfungsi sebagai tempat untuk melakukan berbagai ritual seperti upacara adat, musyawarah dan kegiatan yang lainnya. 2. Tips Membangun Rumah Etnik NTT di Rumah Modern Merancang dan membangun sebuah tempat tinggal Anda sendiri adalah salah satu hal yang sangat menarik untuk dilakukan. Dengan merancang sendiri maka otomatis Anda bisa mengkreasikan desain dari rumah akan Anda bangun. Salah satu desain yang sangat menarik untuk diterapkan adalah menerapkan desain rumah etnik NTT pada rumah modern Anda. Rumah adat NTT sangatlah terkenal dengan dengan rumah yang memiliki model atap tinggi dan menjulang. Desain tersebut ternyata juga bisa diterapkan dalam hunian modern yang ada saat ini. Cek pilihan rumah terjangkau Rp300 jutaan berikut ini agar Anda bisa membangunnya lagi. 3. Jenis-Jenis Rumah Adat NTT Nusa Tenggara Timur adalah salah satu provinsi di Indonesia yang sangat indah dan menarik untuk dikunjungi. Salah satu bentuk keindahan yang bisa Anda lihat adalah dari terdapat beberapa jenis rumah adat berbeda yang bisa Anda temui di sana. Di bawah ini adalah beberapa jenis rumah adat NTT terdapat pada suku yang berbeda a. Rumah Adat Musalaki Rumah adat yang pertama dan paling umum bisa Anda temui adalah rumah adat Musalaki. Sesuai dengan yang sudah disebutikan di atas, rumah adat Musalaki merupakan salah satu rumah adat yang dijadikan sebagai lambang dari provinsi Nusa Tenggara Timur. Seperti yang dilansir dari Parawisata Indonesia, rumah adat musalaki mempunyai gaya arsitektur yang unik dan dibagi menjadi dua bagian utama yaitu struktur atas dan struktur bagian bawah. b. Rumah Adat Mbaru Niang Rumah adat Nusa Tenggara Timur yang selanjutnya adalah rumah adat Mbaru Niang. Rumah adat ini berasal dari desa yang berada di Nusa Tenggara Timur yaitu desa Wae Rebo. Rumah adat Mbaru Niang memiliki desainnya yang sangat unik dan berbeda dari rumah adat pada umumnya. Rumah adat ini. Rumah adat Mbaru Niang ini memiliki fungsi yang berbeda dari rumah adat Musalaki karena bisa ditinggali oleh masyarakat yang ada dan tidak dikhususkan untuk kepala suku saja. Rumah adat Mbaru Niang memiliki gaya arsitektur yang menarik karena dibangun membentuk layaknya sebuah kerucut dan membuatnya menjadi terlihat seperti sebuah tenda yang berukuran sangat besar. c. Rumah Adat Sao Ria Tenda Bewa Moni Rumah adat Nusa Tenggara Timur yang terakhir adalah rumah adat Sao Ria Tenda Bewa Moni. Rumah adat ini juga memiliki desain yang sangat unik dan berbeda dari rumah adat Nusa Tenggara Timur yang lainnya. Secara fungsi, rumah adat ini terbagi menjadi beberapa bagian. Ada yang memanfaatkan rumah adat ini sebagai hunian tempat tinggal dan ada juga beberapa masyarakat yang memanfaatknya sebagai tempat untuk menyimpan benda adat hingga tulang belulang para leluhur. Tips adat yang ada pada setiap daerah sebelum berkunjung agar Anda bisa menjadi lebih sopan ketika berkunjung. 4. Filosofi Rumah Adat NTT Hampir seluruh rumah adat yang ada di Indonesia memiliki filosofinya sendiri. Sebuah filosofi sangatlah penting untuk dimiliki agar bisa menjadi tujuan dari dibangunnya rumah adat tersebut. Rumah adat Nusa Tenggara Timur sendiri dibangun dengan mengikuti sebuah filosofi yaitu adanya keseimbangan antara manusia yang satu dengan manusia yang lainnya. Selain itu juga rumah adat NTT juga memiliki makna sebagai tempat utama untuk mengumpulkan nilai-nilai religius, norma, estetika dan budaya. 5. Keunikan yang Dimiliki Rumah Adat NTT Setiap rumah adat tentunya memiliki keunikannya masing-masing. Setiap daerah mempunyai desain dan rancangan dari rumah adat yang berbeda dan menjadikannya tidak ada rumah adat dengan desain yang seratus persen sama. Di bawah ini adalah beberapa keunikan dari rumah adat NTT yang dilansir dari Genpi Atap dari rumah adat Mbaru Niang terbuat dari daun lontar dan memiliki ketinggian hingga 15 meter. Atap yang berbahan dasar dari daun lontar ini ditutupi dengan ijuk dan bentuk atapnya dibiarkan terus menjulur dari atap hingga menyentuh tanah. Rumah adat NTT juga memiliki model atap menyerupai sebuah kerucut atau limas istimewa dengan bidang miring. Secara filosofinya, bentuk kerucut tersebut adalah sebuah simbol perlindungan dan persatuan antar masyarakat. Keunikan yang selanjutnya adalah umumnya rumah adat NTT mempunyai 5 lantai berbeda dan memiliki fungsinya sendiri-sendiri. Pada tingkat pertana, terdapat ruang lutur yang akan difungsikan sebagai tempat tinggal. Pada tingkat kedua merupakan tempat penyimpanan barang dan bahan makanan. Pada tingkat ketiga, digunakan sebagai tempat untuk menyimpan benih tanaman. Pada tingkat yang keempat, terdapat ruangan untuk menyimpan stok pangan. Lalu pada tingkat kelima terdapat ruangan untuk memberikan sesajen pada leluhur. Bangunan dari rumah adat juga dibangun tanpa menggunakan paku sama sekali dan mengandalkan tali rotan sebagai alat pengikatnya. Mengikuti aturan dari leluhur, rumah adat juga akan dibangun dengan tidak menyentuh tanah dan harus memiliki kolong dengan tinggi minimal 1 meter. Rumah adat juga harus dibangun pada tanah yang datar dan tidak miring. Tanah yang tidak rata harus diratakan terlebih dahulu agar tidak ada kemiringan sama sekali pada lahan yang akan dibangun. Itulah penjelasan mengenai rumah adat NTT beserta sejarah dan fungsinya masing-masing. Saat ini, rumah-rumah adat tersebut sudah semakin ditinggali dan satu demi satu dijadikan sebagai cagar budaya. Anda bisa ikut berperan untuk menjaganya dengan melestarikan rumah adat yang ada dan tidak merusaknya. Anda tidak perlu panik ketika KPR Anda ditolak oleh Bank! Simak video berikut untuk mengetahui apa saja yang bisa menjadi penyebab utama KPR Anda ditolak. Hanya yang percaya Anda semua bisa punya rumah. Tanya Tanya ambil keputusan dengan percaya diri bersama para pakar kami
Setiapsuku dan adat istiadat pasti memiliki rumah tradisional masing masing, nah di sebuah desa di Flores terdapat sebuah suku bernama Wae Rebo yang memiliki rumah adat terunik se-Indonesia. Suku ini terletak di desa Wae Rebo yang bisa ditempuh 4 jam perjalanan darat dari Ruteng dengan medan berkelok menuju Desa Dintor.
Rumah Adat Mbaru, ada yang pernah mendengarnya? Nah, mungkin kalian yang belum kenal wajib banget buat tahu karena rumah adat Mbaru niang ini merupakan rumah adat dari NTT yang bentuknya terkenal unik. Tidak lupa rumah adat ini juga sudah diakui sebagai warisan budaya oleh UNESCO Asia-Pacific. Rumah adat Mbaru niang ini adalah rumah adat dari Desa Wae Rebo yang berada di kawasan pegunungan Manggarai. Yuk kenalan lebih lanjut sama rumah adat Mbaru Niang Khas NTT! Atap Rumah dari Daun Lontar Iya, atap rumah adat Mbaru NTT ini bukan terbuat dari keramik, seng, atau genting pada umumnya. Atap rumah adat Mbaru ini terbuat dari Daun Lontar yang telah dikeringkan. Daun Lontar ini menutupi rumah hingga bisa menyentuh tanah. Keren dan unik banget pastinya! Atap Rumah berbentuk Limas Sumber Gambar Pasti kalau melihat rumah dari atas baru ke bawah. Nah, ini juga berlaku untuk rumah adat Mbaru. Kita pasti akan langsung terkagum karena bentuk atapnya yang menyerupai kerucut. Tapi yang paling mengejutkan kalau dilihat dari keseluruhan rumah ternyata bentuknya limas, yang selimutnya baru berbentuk kerucut dan alasnya lingkaran. Menurut adat dan kepercayaan Wae Rebo, bentuk kecurut ini memiliki filosofi yaitu sebagai simbol perlindungan dan persatuan rakyat. Bentuk lingkaran lantai rumah memiliki filosofi yang melambangkan keadilan dan juga harmonisasi dalam berkeluarga maupun jadi warga negara. Unik banget, kan! Dibangun Tanpa Menggunakan Paku Sumber Gambar Keunikan tidak hanya sampai disini saja, karena jika kamu melihat lebih teliti bangunan rumahnya. Kamu tidak akan menemukan paku satupun didalamnya. Untuk menggantinya, mereka menggunakan tali rotan sebagai pengait antar bagian pada rumah Mbaru Niang. Tapi untuk kekuatan, hmm jangan diragukan! Karena apa? Rumah ini malah mampu bertahan di pegunungan, padahal area pegunungan sendiri anginnya cukup kencang. Memiliki 5 Lantai Sumber Gambar Tribunnews Dengan ketinggian mencapai 15 meter, bukan tanpa suatu alasan karena rumah Mbaru Niang ini ternyata mempunya 5 lantai. 5 lantai ini memiliki fungsi yang berbeda-beda. Pada lantai pertama memiliki fungsi untuk tempat berkumpulnya keluarga. Pada lantai dengan tingkatan kedua ini digunakan untuk menyimpan bahan-bahan makanan dan juga barang untuk keperluan dan tingkatan ini disebut dengan area loteng. Lantai ketiga untuk menyimpan benih-benih untuk tanaman yang akan ditanam. Kemudian tingkat keempat atau lantai empat ini digunakan untuk menyimpan stok makanan jika kalau terjadi sesuatu seperti kekeringan atau gagal panen. Dan yang terakhir lantai 5 untuk menaruh sesajian. Jumlahnya Selalu 7 Sumber Gambar Jumlah dari rumah Mbaru ini hanya boleh 7 tidak boleh lebih, hal itu berlangsung semenjak sebelum abad ke-18. Rumah ini akan selalu tetap 7 karena memiliki lambang yang berarti penghormatan pada tujuh arah gunung yang diyakini sebagai pelindung kampung adat tersebut. Lantainya Tidak Boleh Menyentuh Tanah Sumber Gambar Rumah ini memiliki aturan adat dari leluhur masyarakat Wae Rebo bahwa lantai rumahnya tidak boleh menyentuh lantai. Ijuk yang menjadi dinding selimut bangunan yang menjulur ke bawah nyatanya tidak menyentuh tanah karena rumah adat ini memiliki kolong rumah setinggi satu meter. Nah, itu tadi beberapa keunikan rumah adat Mbaru Niang dari desa Wae Rebo. Jadi penasaran kan buat berwisata ke rumah adat khas NTT ini!
BaleDauh atau Bale Tiang Sanga. Ada dua sebutan yang sering digunakan oleh masyarakat Bali untuk menyebut bangunan ini, Bale Dauh atau Bale Tiang Sanga. Nama kedua digunakan karena bangunan ini memiliki 9 (sanga) tiang. Ini merupakan sebuah bangunan yang diperuntukkan untuk menerima tamu. Rumah Adat Bali Bale Dauh atau Bale Tiang Sanga.
Rumah adat NTT Mbaru Niang didapuk sebagai struktur bangunan tradisional paling langka di dunia oleh UNESCO. Seperti apa tampaknya? Pesona budaya Nusantara memang seakan tidak habis-habisnya untuk dibahas. Dari Sabang sampai Merauke, kamu bisa menemukan keindahan dalam setiap sisi kehidupan masyarakat, mulai dari adat istiadat, kuliner, sampai tempat tinggal. Bukan rahasia lagi kalau Indonesia punya banyak sekali rumah tradisional yang unik dan menarik dari segi arsitektur serta kaya akan filosofi, salah satunya berada di wilayah Nusa Tenggara Timur NTT. Waktunya berpetualang menelusuri surga di atas awan untuk menemukan rumah adat NTT yang bernama Mbaru Niang. Rumah Adat NTT Mbaru Niang, Surga Tersembunyi di Atas Awan Sumber Saat mendengar nama Nusa Tenggara Timur, hal pertama yang pasti muncul di benak banyak orang adalah Labuan Bajo dengan pantai dan lautnya yang cantik, atau Pulau Komodo yang eksotik. Namun masih di provinsi yang sama, terdapat sebuah desa kecil bernama Wae Rebo yang mulai mendapat perhatian wisatawan sebagai surga tersembunyi di atas awan. Julukan tersebut agaknya tidak salah diberikan mengingat letak desa yang berada jauh di wilayah pegunungan dengan ketinggian 1200 meter di atas permukaan laut Mdpl. Letaknya Wae Rebo berada di di Satar Lenda, Kecamatan Satarmese Barat, Kabupaten Manggarai, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Di sini kamu akan menemukan sebuah desa yang dikelilingi pegunungan dengan kabut tebal yang kerap datang menyelimuti wilayah tersebut hanya dalam hitungan detik. Tidak hanya pesona alamnya saja yang bikin kamu enggan beranjak, Wae Rebo juga menjadi satu-satunya tempat untuk menemukan rumah adat NTT Mbaru Niang. Mbaru Niang adalah salah satu rumah tradisional asli Kabupaten Manggarai yang kini hanya tersisa tujuh bangunan saja. Maka tak heran di tahun 2012 silam, Mbaru Niang mendapat penghargaan UNESCO Asia-Pacific Awards dalam kategori Cultural Heritage Conservation sebagai upaya menyelamatkan struktur unik yang tidak ada duanya di dunia ini. Membedah Rumah Adat NTT Mbaru Niang Sumber Bloody Dirty Boots Tampilan Mbaru Niang pasti akan mengingatkanmu dengan rumah adat Papua dengan bentuk serupa, yakni Honai. Tak salah memang mengingat struktur eksterior keduanya yang menggunakan material alami dengan bentuk yang sekilas terlihat mirip. Bedanya, Mbaru Niang memiliki bentuk atap yang lebih mengerucut dan menjuntai ke bawah sampai hampir menyentuh tanah. Material kerangkanya menggunakan bambu atau kayu kentil berukuran 1 cm yang diikat secara horizontal membentuk lingkaran di setiap tingkat rumah. Perbedaan lainnya juga ada di bahan bangunan yang dipakai untuk membuat atap bukanlah jerami atau alang-alang layaknya rumah Honai, melainkan daun lontar yang sudah dikeringkan. Pada bagian lantai Mbaru Niang digunakan alas berupa papan kayu ajang yang mudah ditemukan di daerah sekitar Desa Wae Rebo. Secara susunan, rumah adat NTT yang satu ini ditopang dengan beberapa batang kayu uwu yang ditanam hingga kedalaman 2 meter dan diikat dengan rotan. Agar struktur dasarnya tidak mudah bergerak di atas tanah Wae Rebo yang lembab, pondasi Mbaru Niang dibungkus dengan ijuk dan plastik. Tidak ketinggalan tiang pancang utama bernama ngando yang terbuat dari bahan kayu warok setinggi 15 meter yang ditempatkan tepat di tengah rumah Mbaru Niang sebagai penyeimbang. Bentuk hunian yang dibuat melingkar merupakan bagian dari filosofi penduduk Wae Rebo yang percaya akan keseimbangan dari pola terpusat. Melirik ke bagian tengah Mbaru Niang, pola unik berbentuk lingkaran compang yang tersusun dari batu-batu tua dapat ditemukan. Compang ini diyakini oleh masyarakat setempat sebagai rasa syukur dan penghormatan kepada Tuhan dan nenek moyang, sekaligus memohon perlindungan dari marabahaya. Temukan beragam informasi menarik lainnya di Intip juga proyek properti terbaru di Golden Estesia!
KeunikanRumah Adat Mbaru Niang di Wae Rebo ini Akan Membuat Kamu Serasa di Negri Dongeng. NULIS NULIS; by Sabda - May 6, 2017 February 11, 2018. Rumah adat Mbaru niang ini sangat langka karena hanya tinggal beberapa dan hanya terdapat di kampung adat Wae Rebo yang terpencil di atas pegunungan.
Rumah adat Mbaru Niang suku Manggarai terdapat di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Foto ShutterstockRumah adat Mbaru Niang suku Manggarai terdapat di Provinsi Nusa Tenggara Timur NTT tepatnya di Gunung rumah adat Mbaru Niang ini terletak di Kampung Adat Wae Rebo. Mengutip buku 70 Tradisi Unik Suku Bangsa di Indonesia karya Fitri Haryani NasuXon, Desa Wae Rebo merupakan salah satu desa tertinggi di desa tersebut memiliki tinggi sekitar meter dari permukaan laut. Karena itu, desa ini kerap dihiasi dengan kabut tipis di pagi harinya dan memiliki pemandangan serta udara yang dari Desa Wae Rebo adalah keturunan Minang. Meskipun berada di Nusa Tenggara Timur, konon penduduk Wae Rebo adalah keturunan Minang, Sumatera moyang penduduk Wae Rebo berasal dari Minangkabau yang merantau ke Flores dan akhirnya menetap di Desa Wae Wae Rebo memiliki semangat nasionalisme yang tinggi. Bahkan setiap hari kemerdekaan, di rumah adat Mbaru Niang, dipasangkan bendera. Penduduk Wae Rebo berbondong-bondong membuat tiang bendera berdiri tegak lurus di rumah adat yang berbentuk kerucut tersebut. Simak penjelasan lengkap tentang rumah adat Rumah Adat Mbaru NiangTentang rumah adat Mbaru Niang. Foto Leonardus Nyoman/Buku Mbaru Gendang, Rumah Adat Manggarai, FloresMengutip dari buku Mbaru Gendang, Rumah Adat Manggarai, Flores karya Dr. Yohanes S. Lon, rumah adat Mbaru Niang berbentuk kerucut dan memiliki lima lantai dengan tinggi sekitar 15 meter. Rumah ini memiliki desain unik dan terpencil di pegunungan karena hanya berada di Desa Wae keunikan tersebut, rumah adat Mbaru Niang ini mendapatkan penghargaan tertinggi untuk kategori konservasi warisan budaya UNESCO Asia-Pasifik di tahun Niang berbentuk kerucut dan atapnya yang terbuat dari dan lontar hampir menyentuh tanah. Keseluruhan rumah ini ditutupi menggunakan ijuk. Uniknya pembuatan rumah ini dibangun tanpa paku, tetapi memiliki tali pada Rumah Adat Mbaru NiangSetiap rumah Mbaru Niang ditempati oleh enam hingga delapan keluarga. Tidak hanya itu, satu rumah adat ini memiliki ruangan dengan fungsi yang lebih jelasnya, berikut adalah penjelasan dari setiap tingkat rumah adat Mbaru Niang, yakniRuangan ini digunakan sebagai tempat tinggal dan untuk berkumpul dengan keluarga. Tingkat pertama ini biasanya disebut dengan ini adalah loteng yang berfungsi untuk menyimpan bahan makanan dan barang keperluan sehari-harinya. Tingkat kedua dari rumah adat ini disebut dengan di tingkat ketiga digunakan untuk menyimpan benih-benih tanaman pangan, seperti padi, jagung, dan kacang-kacangan. Tingkat ketiga ini disebut juga dengan ini berguna untuk menyimpan stok makanan jika suatu saat terjadi kekeringan. Tingkat keempat ini disebut juga dengan lempa ii adalah tempat untuk melakukan sesajian, yaitu persembahan untuk para leluhur. Tingkat kelima ini dapat disebut dengan hekang kode.
VZby. 380 189 282 75 11 122 376 311 286
apa saja keunikan rumah adat mbaru niang